Curlture Shock
Apa Itu Culture Shock?
Istilah culture shock pertama kali diperkenalkan oleh tokoh antropologis
Oberg. Menurutnya, culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang
mengendap yang muncul dari kehilangan semua lambang dan simbol yang familiar dalam hubungan sosial,
termasuk didalamnya seribu satu cara yang mengarahkan kita dalam
situasi keseharian, misalnya: bagaiman untuk memberi perintah, bagaimana
membeli sesuatu, kapan dan di mana kita tidak perlu merespon. Deddy
Mulyana lebih mendasarkan cultural shock
sebagai benturan persepsi yang diakibatkan penggunaan pesepsi
berdasarkan faktor-faktor internal (nilai-nilai budaya) yang telah
dipelajari orang yang bersangkutan dalam lingkungan baru yang
nilai-nilai budayanya berbeda dan belum ia pahami.
Di indonesia cultural shock sering disebut dengan istilah gegar budaya
di mana seseorang mengalami goncangan perasaan (kecemasan) yang
diakibatkan oleh perbedaan nilai kebudayaan baru yang tidak sesuai
dengan pola nilai kebudayaan yang sudah di anutnya sejak lama.
Tingkat-tingkat Culture shock
Meskipun ada berbagai variasi reqaksi terhadap culture hock, dan perbedaan jangka waktu penyesuaian diri, sebagian besar literatur menyatakan bahwa orang biasanya melewati 4 tingkatan culture shock.
Fase optimistic,
fase pertama yang digambarkan berada pada bagian kiri atas dari kurva
U. fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euphoria sebagai
antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru
Masalah cultural,
fase kedua di mana maslah dengan lingkungan baru mulai berkembang,
misalnya karena kesulitan bahasa, system lalu lintas baru, sekolah baru,
dll. Fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan.
Ini adalah periode krisis daalm culture shock. Orang menjadi bingung dan
tercengan dengan sekitarnya, dan dapat menjadi frustasi dan mudah
tersinggung, bersikap permusuhan, mudah marah, tidak sabaran, dan bahkan
menjadi tidak kompeten.
Fase recovery,
fase ketiga dimana orang mulai mengerti mengenai budaya barunya. Pada
tahap ini, orang secara bertahap membuat penyesuaian dan perubahan dalam
caranya menanggulangi budaya baru. Orang-orang dan peristiwa dalam
lingkungan baru mulai dapat terprediksi dan tidak terlalu menekan.
Fase penyesuaian,
fase terakhir, pada puncak kanan U, orang telah mengertpi elemen kunci
dari budaya barunya (nilai-nilai, adapt khusus, pola keomunikasi,
keyakinan, dll). Kemampuan untuk hidup dalam 2 budaya yang berbeda,
biasanya uga disertai dengan rasa puas dan menikmati. Namun beberapa ahli
menyatakan bahwa, untuk dapat hidup dalam 2 budaya tersebut, seseorang
akan perlu beradaptasi kembali dengan budayanya terdahulu, dan
memunculkan gagasan tentang W curve, yaitu gabungan dari 2 U curve.
Komentar
Posting Komentar